Tahun 2025 ini, kampanye “No Buy Challenge” semakin viral di media sosial, terutama di TikTok, dengan tagar #NoBuyChallenge yang telah digunakan hampir 50 juta kali. Kampanye ini mengajak orang untuk tidak membeli barang atau jasa selama setahun penuh, atau setidaknya mengurangi pembelian yang tidak perlu.
Apa Itu “No Buy Challenge”?
Secara sederhana, kampanye ini bertujuan untuk mengurangi pengeluaran dengan cara menahan diri dari membeli barang yang tidak benar-benar dibutuhkan. Ini adalah respons terhadap berbagai tantangan ekonomi yang diperkirakan akan terjadi pada 2025. Para penggerak kampanye ini ingin orang lebih bijak dalam mengelola keuangan, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi yang semakin meningkat.
Mengapa Kampanye Ini Muncul?
Kampanye “No Buy Challenge” muncul sebagai respons terhadap kebijakan pemerintah yang dapat meningkatkan beban pengeluaran, seperti kenaikan pajak yang berlaku mulai Januari 2025. Selain itu, kampanye ini juga menjadi cara bagi banyak orang untuk menghadapi kesulitan ekonomi yang semakin terasa, seperti inflasi dan biaya hidup yang semakin tinggi.
Menurut Cempaka Asriani, salah satu penggerak kampanye ini, tujuan utamanya adalah untuk mengajak orang lebih bijak dalam berbelanja, seperti tidak membeli barang-barang yang tidak perlu, seperti dekorasi rumah musiman atau produk perawatan kulit yang belum habis. Seperti dilansir BBC.
Respons Terhadap Konsumerisme dan Krisis Ekonomi
Kampanye ini juga mencerminkan kesadaran terhadap konsumsi berlebihan yang berhubungan dengan masalah sosial dan lingkungan. Menurut sosiolog Robertus Robet, kampanye ini adalah cara bagi masyarakat, terutama kelas menengah, untuk mengelola pengeluaran mereka dengan lebih hati-hati di tengah ketidakpastian ekonomi. Selain itu, kampanye ini juga menjadi kritik terhadap budaya konsumerisme yang mendorong orang untuk terus membeli barang meskipun tidak membutuhkannya.
Dampak Sosial Kampanye “No Buy Challenge”
Di media sosial, banyak orang yang ikut serta dalam tantangan ini dengan membuat daftar barang yang tidak akan mereka beli selama 2025. Beberapa alasan yang sering muncul antara lain untuk mengalihkan pengeluaran ke tabungan, mendisiplinkan diri dalam belanja, atau untuk lebih ramah lingkungan. Bahkan, beberapa orang memutuskan untuk tidak mengikuti akun toko online untuk menghindari godaan belanja.
Meskipun kampanye ini populer, ada yang berpendapat bahwa ini hanya tren sementara. Robertus Robet menilai bahwa dampak dari kampanye ini terhadap industri kapitalisme dan ekonomi secara keseluruhan belum terbukti.
Kampanye Ini Bukan Hal Baru
Sebenarnya, “No Buy Challenge” bukanlah kampanye yang baru. Pertama kali muncul pada 2015, kampanye ini awalnya lebih untuk kepentingan pribadi, seperti menghemat uang karena terlilit utang. Namun, saat pandemi Covid-19, kampanye ini menjadi lebih populer sebagai cara untuk menghemat pengeluaran di tengah kondisi ekonomi yang sulit.
Cynthia Suci Lestari, pendiri komunitas Lyfe With Less, mengatakan bahwa kampanye ini lebih dari sekadar hidup hemat. Menurutnya, ini adalah cara untuk mendorong orang memaksimalkan apa yang sudah mereka miliki, bukan terus membeli barang yang tidak terlalu dibutuhkan.
Bijak Kelola Keuangan
Kampanye “No Buy Challenge 2025” mengajak orang untuk lebih bijak dalam mengelola pengeluaran, terutama dengan menghadapi ketidakpastian ekonomi yang diperkirakan akan meningkat pada 2025. Kampanye ini bukan hanya soal hidup hemat, tetapi juga tentang mengurangi konsumsi berlebihan dan berfokus pada hal-hal yang lebih bermakna. Meskipun dampaknya terhadap industri dan ekonomi belum jelas, kampanye ini memberikan kesempatan bagi banyak orang untuk berpikir ulang tentang cara mereka berbelanja dan mengelola keuangan.
“No Buy Challenge 2025” mengingatkan kita akan kecenderungan masyarakat untuk membeli barang yang sebenarnya tidak kita butuhkan, seringkali hanya untuk memamerkan status atau menarik perhatian orang lain. Seperti yang pernah diungkapkan dalam kutipan, “We buy things we don’t need, with money we don’t have, to impress people we don’t like,” kita sering terjebak dalam lingkaran konsumsi yang tidak berkesudahan.
Dengan berpartisipasi dalam tantangan ini, kita diberi kesempatan untuk berhenti sejenak, merenungkan pola konsumsi kita, dan berfokus pada hal-hal yang lebih bermakna dalam hidup. Kampanye ini bukan hanya soal penghematan, tetapi juga tentang memperbaiki hubungan kita dengan barang dan uang, serta menemukan kebahagiaan sejati melalui pengalaman, hubungan, dan pencapaian yang lebih bermakna.