Bagi yang sudah membaca buku ‘Goodbye, Things. Hidup Minimalis Ala Orang Jepang’ pasti tidak asing dengan Fumio Sasaki. Sang penulis buku asal Jepang tersebut menyita perhatian masyarakat di dunia karena gaya hidupnya yang minimalis. Belakangan, gaya hidup minimalis kian diminati dan banyak yang menerapkan. Terutama jika sudah membaca buku Fumio, pasti banyak yang ingin menirunya.
Hidup minimalis tidak hanya dilihat dari rumah saja, namun juga pola pikir sebelum menghambur – hamburkan uang. Orang bergaya hidup minimalis akan menyeleksi barang – barang yang boleh dan tidak boleh masuk ke rumahnya.
Namun, di Indonesia sebagian besar orang masih suka menumpuk barang meskipun tidak diketahui manfaatnya. Kebiasaan tersebut terkadang sampai tidak terkontrol. Mulai dari kebiasaan membeli barang yang sia-sia hingga rumah yang bertumpukan penuh dengan barang yang sia-sia.
Awalnya, Sasaki juga melakukan hal yang sama. Mengoleksi bertumpuk tumpuk buku yang bahkan beberapa diantaranya belum dibaca sama sekali, koleksi segunung kaset DVD, hingga beberapa kamera. Sekarang, jika dihitung di Apartemen milik Fumio ini hanya memiliki tidak lebih dari 200 barang yang ia miliki. Sebelum Fumio melakukan perubahan dalam hidupnya dia memiliki barang-barang yang sangat banyak.
Sasaki mengaku dulunya termasuk orang yang malas, selalu tidak memiliki uang, dan tidak memiliki waktu untuk hobi sekalipun. Semua berubah ketika dia memahami kehidupan sederhana. Lemarinya hanya berisi beberapa potong baju. Sasaki dengan mudahnya menghafal daftar isi lemarinya tanpa melihat secara langsung.
Di bagian kamar mandi, hanya ada silet, gunting dan sebotol sabun. Jangan kaget, botol tersebut bisa digunakan untuk mandi dan mencuci baju. Ya, dia menggunakan sabun yang sama. Hal tersebut dilakukannya karena dia menyadari komposisi yang hampir sama pada setiap sabun yang pernah dibelinya.
Hidup minimalis membuat sasaki lebih produktif. Hanya membutuhkan beberapa saat saja untuk membersihkan apartemennya. Lain halnya saat barang – barangnya masih banyak, maka akan membutuhkan waktu yang banyak pula untuk membersihkan dan membereskannya.
Pengalaman hidup minimalis tersebut akhirnya membuahkan sebuah buku ‘Goodbye, Things. Hidup Minimalis Ala Orang Jepang’ yang saat ini sudah dicetak dalam beberapa bahasa. Sebelumnya, Sasaki memang pernah bekerja sebagai editor di sebuah penerbitan buku.
Hidup minimalis yang diterapkan Sasaki merupakan gaya hidup dengan mengurangi jumlah barang yang dimiliki sampai pada titik paling minimum. Sebisa mungkin hidup dengan sedikit barang sehingga fokus utama adalah apa yang benar-benar dibutuhkan dan bukan apa yang diinginkan.
Menurut Sasaki, bahagia tidak ditentukan oleh benda, melainkan hubungan sosial lebih baik, bekerja lebih fokus, memanfaatkan waktu dengan banyak bersosialisasi, dan traveling. Maka saat membuang barang, alih-alih mengucapkan “selamat tinggal”, Sasaki mengatakan “selamat datang”. Selamat datang kelapangan. Selamat datang kemerdekaan. Selamat datang kebahagiaan. Kini, Sasaki lebih punya banyak waktu untuk bertemu dengan teman – temannya dan menyalurkan hobi travelingnya.
Secara umum Jepang sangat mengindahkan kehidupan sederhana, bahkan sampai diluar nalar. Mereka secara langsung menolak kehidupan modern yang terlalu konsumtif. Mereka hanya membutuhkan hal-hal yang diperlukan dalam hidup saja.